Monday, November 10, 2014


KUNJUNGAN MONUMEN PANGSAR JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO



1. Deskripsi
Jumat pagi, tepatnya tanggal 24 Oktober 2014, saya dan teman-teman angkatan 2014 datang ke kampus untuk bersiap-siap berkunjung ke Monumen Pangsar Jenderal Soedirman. Sebelum berangkat, dipimpin oleh Pak Asep Iskandar kami berdoa dahulu. Setelah berdoa kami berangkat, ada yang menaiki angkot ada juga yang naik motor dan membonceng temannya. Perjalanan menuju monumen sekitar 15 menit. Setelah sampai, dipandu oleh ketua angkatan kami berbaris per kelompok yang terdiri dari 8 kelompok untuk diberi pengarahan oleh bagian pengkondisian bagaimanan kami harus disana. Diberitahukannya bahwa nanti akan dibagi dua kelompok besar untuk memasuki monumennya. Kelompok pertama yang terdiri dari kelompok 1-4 terlebih dahulu memasuki monumen, sedangkan kelompok kedua yang terdiri dari kelompok 5-8 menunggu kelompok pertama selesai diberi pengarahan oleh guide di monumen tersebut. Saya sendiri termasuk kelompok 3 yang masuk kebagian kelompok pertama
2. Perasaan
Setelah sampai di monumen pangsar, kami menunnggu panggilan dari koordinator untuk memasuki monumennya. Sekitar 10 menit kami menunggu dahulu, saya dan teman-teman kelompok 3 saya bercengkrama tentang bagaimanana kami didalam, bagaimana kondisi monumen didalam, dan lain-lain. Perasaan saya disitu serasa adem, karena banyak pohon rindang sehingga cahaya matahari tidak terlalu menyilaukan mata dan hawa tidak terlalu panas. Selain itu, kondisi monumen yang bersih membuat saya betah apabila cukup lama untuk beristiarahat disitu setelah memasuki monumen pangsar. Saya pun senag saat saya berada diatas atap monumen yang dekat dengan patung kuda dan Jenderal Soedirman, karena saya bisa melihat bagaimana keadaan monumen dibawah serta pepohonannya.
3. Evaluasi
Saat mengunjungi monumen tersebut, saya merasa sedih disaat saya diberi tahu oleh guide kelompok saya bahwa Soedirman tetap berjuang melawan penjajah walaupun ia harus didalam tandu kecil, sedangkan saya terkadang hanya terbawa malas jadi malas belajar juga. Foto-foto yang dipajang di monumen pun memperlihatkan bahwa ia mendapat gelar seorang Jenderal tapi cara berpakainnya pun masih seperti rakyat biasa yang hanya memakai mantel untuk melindungi tubuhnya karena sedang sakit dan sebuah blankon, sedangkan Jenderal jaman sekarang terlihat bahwa ia ingin dihormati karena pangkatnya tersebut. Namun saya merasa bangga dengan pahlawan asal Purbalingga tersebut karena ia tetap berjuang melawan penjajah Indonesia walaupun penyakit tuberkolosis (TBC) yang dideritanya sampai hanya tertinggal satu paru-paru saja dalam tubuhnya.
4. Analisis
Setelah saya memasuki monumen tersebut, saya hanya merenungkan diri saya sendiri dan negeri ini. Soedirman juga manusia, saya pun manusia, kenapa saya tidak bisa seperti dia. Walaupun seluruh hartanya diberikan untuk persediaan makan rakyatnya, ia tetap berjuang. Walaupun ia meninggalkan istrinya yang ada di Yogyakarta, ia tetap berjuang. Walaupun ia hanya memiliki satu paru-paru saja dalam tubuhnya, ia tetap berjuang. Sedangkan saya, yang masih punya kedua orang tua, yang masih sehat jasmani, dan masih bisa makan dari orang tua, saya terkadang kurang bersyukur. Melihat negeri ini di jaman sekarang pun, saya hanya diam dan berkomentar di media sosial. Betapa tidak sedih, pahlawan dahulu yang hanya bermodalkan fisik dan mental bisa melawan penjajah yang bersenjata canggih. Jaman sekarang, pahlawan yang disebut DPR hanya bisa duduk di kursi nyaman dan memanfaatkan fasilitas dan uang negara. Sungguh miris negeri ini!
5. Konklusi
Dari kunjungan saya ke Monumen Pangasar Jenderal Soedirman Tersebut, saya menyimpulkan bahwa kita, khususnya mahasiswa, sebagai generasi penerus bangsa ini harus bisa meneladani sikap para pahlawan kita jaman dahulu saat berusaha mengusir penjajah dan memerdekakan negeri ini. Kita juga harus bisa menyikapi lingkungan kita dan memilah antara yang baik dan buruk. HIDUP MAHASISWA !!
6. Rencana Sikap
Sikapku setelah mengunjungi Monumen Pangsar Jenderal Soedirman tersebut, harus bisa mengamalkan sikap Pak Soedirman itu sendiri, yaitu jujur dan pantang menyerah. Selain itu, apabila sedang berlibur, monumen atau museum pahlawan bisa jadi alternatif karena bisa menambahkan pengetahuan kita tentang pahlawan kita yang memperjuangkan bangsa Indonesia ini.

Wednesday, October 1, 2014

Reflective Essay

Halo guys, maaf ya baru ngeposting UNTUK PERTAMA KALINYA haha. padahal aku buat sekitar sebulan yang lalu *WOW*. sebenernya aku pengen masang suatu posting tp hal itu terhambat karena byk bgt ide dan justru aku bingung. alhasil ya hanya ketahan di otak *rasanya itu..*. itu hanya segelintir curahan hati aku tentang awal membuat postingan di blog yg dimiliki oleh seseorang^^. oke kita langsung ke TKP !!
Postingan pertama aku ini membaha salah satu tugas kuliah aku. tugasnya itu membuat reflective essay tentang photovoice.ada yang tau photovoice itu apa ? yang tau bersyukurlah:). nanti deh lain waktu aku download contoh photovoice yang aku buat. ga kreatif sih, tapi bisa membantulah yg ada tugas photovoice juga :). kasih tau sedikit ya apa itu Reflective Cycle Gibbs.
Reflective Cycle sendiri model yang digunakan untuk merfleksikan suatu pekerjaan atau masalah. di reflective cycle model gibbs ini terdapat 6 langkah agar memudahkannya dalam berefleksi. 6 langkah itu Description, Feeling, Evaluation, Analyze, Conclusion, Action Plan.berikut contoh reflective cycle model gibbs :

itu contoh gambarnya, maklum masih amatiran hehe. dibawah ini penjelasannya mengenai photovoice :

1.      Description
Pada hari Jum’at, 26 September 2014, saya berangkat pagi sekitar jam 07.30 WIB menuju kampus keperawatan. Setelah sampai, saya menaiki tangga menuju lantai 2, dan saya heran kenapa banyak orang diluar. Ternyata, kelas saya dan samping kelas saya tergenang air. Bukan hanya saya yang merasa keheranan, yang lain pun termasuk dosen juga kebingungan darimana air tersebut berasal. Akhirnya karena kelas sedang dibersihkan, saya dan teman-teman mengikuti lecture pertama di lapangan depan kampus. Lecture pertama hari itu adalah photovoice group discussion dengan dosen Ryan Hara Permana. Disitu kami berkumpul membentuk satu lingkaran. Dijelaskan bahwa dibentuk kelompok kecil terdiri dari 5 anggota. Masing-masing anggota kelompok akan menjelaskan photovoice yang sudah dibuat kepada anggota lain dalam kelompoknya. Sebelum membentuk kelompok kecil, dosen membacakan beberapa peraturan cara penjelasan photovoice yang telah dibuat. Setelah itu, saya membentuk kelompok kecil bersama ke empat teman saya. Kami saling berbagi cerita tentang photovoice yang sudah kami buat.
2.      Feeling
Masing-masing anggota kelompok saya menjelaskan photovoice yang mereka buat. Penjelasannya mengenai foto dan narasi perjuangan kedua orang tua kami dalam membantu pendidikan kami, serta orang sukses dalam hidup kami di photovoice tersebut. Saat teman-teman kelompok saya menjelaskan, saya merasa sedih dan  sangat bersalah terhadap kedua orang tua saya. Walaupun pada saat itu teman saya sedang menjelaskannya, saya tetap merasa sedih bahkan nangis. Teringat bagaimana kedua orang tua saya sabar dalam menghadapi saya dan adik saya, dan membiayai hidup kami hingga saat ini. Mereka tidak pernah mengingat berapa pengeluran mereka selama ini, yang mereka ingat kebaikan untuk anak-anak mereka untuk sekarang dan masa depan. Disitu pun saya melihat karya photovoice teman-teman saya dan saya merasa buatan saya yang paling sederhana dan jelek. Teman saya yang lain banyak hiasannya, saya tidak ada bahkan hanya foto saja dan sedikit hiasan.
3.      Evaluation
Dari pembuatan photovoice tersebut, saya sadar bahwa saya belum bisa mengeksplorasi diri saya dalam berkreatifitas. Ke depan, saya harus bisa mengekspresikan karya saya walaupun hanya di lingkup kecil, seperti kamar saya sendiri. Dalam photovoice yang bertema orang tua dan orang sukses pun, saya merasa sangat bersalah dan merasa saya itu masih dibawah ambang batas orang kebanyakan. Banyak sekali orang diluar yang sudah sukses.
4.      Analyze
Dari pembuatan photovoice tersebut, ternyata suatu gambar bisa menceritakan berbagai makna bila kita memahaminya. Selain itu, kita bisa mengekspresikan diri dan perasaan kita melalui gambar tersebut.
5.      Conclusion
Kesimpulannya, saya mengetahui ternyata suatu gambar bisa menceritakan berbagai makna. Mulai dari kenangannya, cerita masa lalunya, sampai apa yang diharapkan dari adanya gambar tersebut.
6.      Action Plan
Rencana saya kedepan dari pembuatan photovoice tersebut, saya
bisa lebih memaknai arti sebuah gambar. Saya bisa menghargai karya orang lain walaupun hanya sebuah gambar, dan saya harus bisa membuat karya yang memilki berbagai makna, terutama untuk kedua orang tua saya.

itulah penjelasan singkatku tentang reflective essay about photovoice :)