KUNJUNGAN MONUMEN PANGSAR JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
1. Deskripsi
Jumat pagi, tepatnya tanggal 24 Oktober 2014, saya dan teman-teman angkatan 2014 datang ke kampus untuk bersiap-siap berkunjung ke Monumen Pangsar Jenderal Soedirman. Sebelum berangkat, dipimpin oleh Pak Asep Iskandar kami berdoa dahulu. Setelah berdoa kami berangkat, ada yang menaiki angkot ada juga yang naik motor dan membonceng temannya. Perjalanan menuju monumen sekitar 15 menit. Setelah sampai, dipandu oleh ketua angkatan kami berbaris per kelompok yang terdiri dari 8 kelompok untuk diberi pengarahan oleh bagian pengkondisian bagaimanan kami harus disana. Diberitahukannya bahwa nanti akan dibagi dua kelompok besar untuk memasuki monumennya. Kelompok pertama yang terdiri dari kelompok 1-4 terlebih dahulu memasuki monumen, sedangkan kelompok kedua yang terdiri dari kelompok 5-8 menunggu kelompok pertama selesai diberi pengarahan oleh guide di monumen tersebut. Saya sendiri termasuk kelompok 3 yang masuk kebagian kelompok pertama
2. Perasaan
Setelah sampai di monumen pangsar, kami menunnggu panggilan dari koordinator untuk memasuki monumennya. Sekitar 10 menit kami menunggu dahulu, saya dan teman-teman kelompok 3 saya bercengkrama tentang bagaimanana kami didalam, bagaimana kondisi monumen didalam, dan lain-lain. Perasaan saya disitu serasa adem, karena banyak pohon rindang sehingga cahaya matahari tidak terlalu menyilaukan mata dan hawa tidak terlalu panas. Selain itu, kondisi monumen yang bersih membuat saya betah apabila cukup lama untuk beristiarahat disitu setelah memasuki monumen pangsar. Saya pun senag saat saya berada diatas atap monumen yang dekat dengan patung kuda dan Jenderal Soedirman, karena saya bisa melihat bagaimana keadaan monumen dibawah serta pepohonannya.
3. Evaluasi
Saat mengunjungi monumen tersebut, saya merasa sedih disaat saya diberi tahu oleh guide kelompok saya bahwa Soedirman tetap berjuang melawan penjajah walaupun ia harus didalam tandu kecil, sedangkan saya terkadang hanya terbawa malas jadi malas belajar juga. Foto-foto yang dipajang di monumen pun memperlihatkan bahwa ia mendapat gelar seorang Jenderal tapi cara berpakainnya pun masih seperti rakyat biasa yang hanya memakai mantel untuk melindungi tubuhnya karena sedang sakit dan sebuah blankon, sedangkan Jenderal jaman sekarang terlihat bahwa ia ingin dihormati karena pangkatnya tersebut. Namun saya merasa bangga dengan pahlawan asal Purbalingga tersebut karena ia tetap berjuang melawan penjajah Indonesia walaupun penyakit tuberkolosis (TBC) yang dideritanya sampai hanya tertinggal satu paru-paru saja dalam tubuhnya.
4. Analisis
Setelah saya memasuki monumen tersebut, saya hanya merenungkan diri saya sendiri dan negeri ini. Soedirman juga manusia, saya pun manusia, kenapa saya tidak bisa seperti dia. Walaupun seluruh hartanya diberikan untuk persediaan makan rakyatnya, ia tetap berjuang. Walaupun ia meninggalkan istrinya yang ada di Yogyakarta, ia tetap berjuang. Walaupun ia hanya memiliki satu paru-paru saja dalam tubuhnya, ia tetap berjuang. Sedangkan saya, yang masih punya kedua orang tua, yang masih sehat jasmani, dan masih bisa makan dari orang tua, saya terkadang kurang bersyukur. Melihat negeri ini di jaman sekarang pun, saya hanya diam dan berkomentar di media sosial. Betapa tidak sedih, pahlawan dahulu yang hanya bermodalkan fisik dan mental bisa melawan penjajah yang bersenjata canggih. Jaman sekarang, pahlawan yang disebut DPR hanya bisa duduk di kursi nyaman dan memanfaatkan fasilitas dan uang negara. Sungguh miris negeri ini!
5. Konklusi
Dari kunjungan saya ke Monumen Pangasar Jenderal Soedirman Tersebut, saya menyimpulkan bahwa kita, khususnya mahasiswa, sebagai generasi penerus bangsa ini harus bisa meneladani sikap para pahlawan kita jaman dahulu saat berusaha mengusir penjajah dan memerdekakan negeri ini. Kita juga harus bisa menyikapi lingkungan kita dan memilah antara yang baik dan buruk. HIDUP MAHASISWA !!
6. Rencana Sikap
Sikapku setelah mengunjungi Monumen Pangsar Jenderal Soedirman tersebut, harus bisa mengamalkan sikap Pak Soedirman itu sendiri, yaitu jujur dan pantang menyerah. Selain itu, apabila sedang berlibur, monumen atau museum pahlawan bisa jadi alternatif karena bisa menambahkan pengetahuan kita tentang pahlawan kita yang memperjuangkan bangsa Indonesia ini.